Dianggap Keluarga di Tanah Asing
Merantau tak sesulit yang dibayangkan juga tak semudah yang diteorikan, tetapi merantaulah agar kau tau rasanya dianggap keluarga di tanah asing.
Mohamad Idrak Olii - Omy
5/29/20232 min read
Setelah bertahun-tahun huru-hara, lalu-lalang di tanah orang, saya mengenal banyak karakter, bahasa dan budaya, terkadang berpindah ke daerah yang sama sekali asing, tak tau bahasa, arah dan tempat wisata, tapi satu hal yang pasti, sering kali setiap perjalanan saya mendapatkan keluarga baru atau dianggap keluarga oleh orang asing di tanah asing.
Perjalanan sunyi tak selalu sepi, banyak orang takut merantau karena merasa akan dibunuh oleh kesepian, nyatanya setiap kultur menghargai orang asing sebagai tamu kehormatan, tidak jarang saya tiba di suatu daerah dan menjadi anak angkat daerah itu, begitu tiba biasanya tetangga yang lebih mula-mula bertanya dari mana, dengan siapa, mau ke mana, mau berbuat apa… hehe seperti lirik lagu ya!
Intinya adalah bersifat sopan dan apa adanya, menghargai budaya, tidur di lantai, tersenyum, makan makanan yang disajikan apa pun itu, tertawa bersama dan pandai menyesuaikan. Dan yang harus dihindari adalah bersifat sombong, minta dihargai dan merasa sebagai tamu kehormatan.
Ada suatu masa saat pertama kali tiba di Thailand berbulan lalu, saya merasakan sakit gara-gara udara panas yang sangat menusuk, memang saat itu Thailand sedang dilanda suhu panas ekstrem dan berkepanjangan, dan sebelum ‘black out’ alias pingsan sebentar, saya sempat menghubungi istri, setelah itu saya tak ingat lagi apa pun, yang saya ingat hampir lima belas orang datang ke rumah untuk mengecek keadaan saya, dari yang mulai saya kenal sampai yang saya tak kenal. Rupanya ada satu kawan kami yang ditelpon oleh istri untuk mengecek kondisi saya.
Ya kaget juga, pas buka pintu di luar sudah banyak orang menanyakan kalau saya kenapa, dengan bahasa yang saya tidak mengerti. Lucu memang tapi luar biasa pengalaman ini karena disinilah saya mengerti bahwa dimana pun kita berada, berbuat baik dan menjalin hubungan kekeluargaan dengan tempat kita tinggal adalah hal nomor satu yang harus dilakukan
Keluarga terdekat kita adalah tetangga. Itu ternyata bukan hanya ungkapan, tapi sebuah aturan utama bagi perantau dan pengembara. Seperti saya yang sudah fans Brama Kumbara, tak ada hubungannya memang saya hanya mencoba membuat sesuatu berima saja.
Tanyalah kawan Anda yang pengelana, dari mana dia hidup dan bertahan hidup di tempat yang bukan kampung halamannya, bukankah pertolongan ada bagi mereka yang rajin menolong, saya pernah merasakan dimana tempat penelitian saya berlangsung, tak ada ojek online dan taksi, sumber transportasi utama ya motor sendiri atau jalan kaki, terkadang saya harus jalan dua kilo hanya untuk mendapatkan sarapan.
Tiga minggu saya menderita dengan kondisi seperti itu, terkadang ada warga yang merasa iba dan membantu membelikan makanan, kemudian ada sebuah konferensi di ibu kota provinsi di Thailand Selatan, saya hadir dan ada salah satu Profesor dari Indonesia, kawan baik dan sudah lama saling mengenal dengan saya. Saya ceritakan pengalaman saya ini kepada beliau, dia iba dan dua minggu kemudian melalui asistennya dia kirimkan sebuah sepeda motor untuk saya. Ya Allah, saya tidak tau mau bersyukur bagaimana pada waktu itu. Betapa saya merasa Allah masih menjaga saya melalui orang-orang baik disekitar saya. Saya akan ceritakan soal mentor saya ini lain kali di artikel berikutnya.
Begitulah terkadang perasaan terasing ditanah asing jarang sekali terjadi, apalagi kalau kita pandai membangun hubungan kekeluargaan dengan masyarakat sekitar, merantau tak sesulit dibayangkan, juga tak semudah diteorikan, tetapi merantaulah agar kau tau bagaimana rasanya dianggap keluarga ditanah asing.