Masjid Raja Patani

Sejarah Muslim Melayu Patani terukir dalam sejarah Mesjid Raja Patani

Mohamad Idrak Olii - Omy

5/13/20232 min read

Muslim di Thailand secara total hanya sekitar 8% dari penduduk Thailand, dan sebagian besar bermukim di wilayah paling selatan Thailand, utamanya di tiga Provinsi, Yala, Narathiwat dan Patani. Tiga wilayah ini merupakan basis muslim terbesar di Thailand yang berbatasan langsung dengan Malaysia, sebagian besar muslim di sini juga merupakan bangsa Melayu atau keturunan Melayu.

Saat pertama kali menginjakan kaki di Negeri Patani saya berkesempatan sholat dzuhur di Mesjid ini, terlihat corak arsitek zaman dulu dengan dominan kayu dan beberapa pohon kurma tumbuh di pelataran mesjid ini, setelah sholat saya berkesempatan bercakap-cakap dengan salah satu pengurus masjid, dia menceritakan asal mula mesjid ini. Desain yang terlihat tua dan masih ada sumur peninggalan ratusan tahun lalu masih bisa terlihat jelas di halaman mesjid.

Masjid Di-Raja Alfatoni mereka menyebutnya, atau Mesjid Raya Patani, ini adalah salah satu mesjid bersejarah di Thailand, ada juga mesjid Krus Se dan Mesjid Husein yang berumur lebih dari 300 tahun. Memang menurut sejarah wilayah Thailand Selatan menjadi ‘rebutan’ oleh pihak Kerajaan Inggris, Kerajaan Thailand dan Kesultanan Melayu pada masanya, yang berakhir dengan diakuinya wilayah Thailand Selatan menjadi bagian dari Kerajaan Thailand. Sehingga tidak heran pengaruh Islam masih sangat kuat di sini, hal ini karena sebagian besar masyarakat Thailand Selatan adalah Muslim Melayu.

Mesjid ini didirikan pada zaman Tengku Besar atau Sultan Muhammad Patani, yang merupakan Raja Pertama Negeri Patani pada tahun 1845-1856, mesjid ini dahulu menjadi bagian dari kawasan Istana namun pada masa pemerintahan Tengku Putih, Raja kedua Patani, mesjid ini dipindahkan ke luar kawasan istana. Mesjid yang semula dibuat dari kayu kemudian dipugar dengan menggunakan batu bata tanah senggora, campuran semennya cukup unik karena terdiri dari semen dari kapur putih, kulit kerang bakar dicampur dengan putih telur dan madu.

Tengku Abdul Kadir (1879-1982) Raja Patani yang terakhir memberikan arahan kepada Imam Abdul Latif selaku pengurus mesjid agar meluaskan fungsi masjid menjadi tempat belajar kitab-kitab, Bahasa Melayu bahkan Politik, peranan mesjid yang begitu kuat ini membuat Tengku Abdul Kadir ditangkap oleh Kerajaan Siam (Thailand) dan diasingkan kewilayah Pisanuklok (Wilayah Utara Thailand) selama dua tahun. Setelah dibebaskan, Tengku Abdul Kadir dan keluarganya berangkat dan pindah ke Negeri Kelantan, Malaysia hingga akhir hayatnya.

Sejak saat itu fungsi mesjid ini berubah kembali menjadi fungsi ibadah, tidak ada lagi pemikiran politik dan gagasan bangsa dibicarakan di masjid ini.

Terkesan dengan cerita ini saya pun mengamati dan mulai mengerti bagaimana dinamika Muslim Melayu minoritas hidup bermasyarakat di wilayah Thailand Selatan.